Selasa, 30 Juni 2015

Pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus (ABK)



Assalamualaikum,,, 
gimana kabar nih sahabat? baik kan?,, alhamdulilah, insya Allah hari ini kita akan membahas tentang apa yang diperlukan anak-anak istimewa untuk kelangsungan hidupnya. Tentunya selain life skill atau kemandirian hidup, mereka juga memerlukan bekal untuk perjalanan kisah mereka. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah bagian pendidikan untuk mereka. Sudah layak atau belum?
Terkadang beberapa guru belum memahami kebutuhan mereka. mungkin beberapa melewatkan moment penting untuk membantu berkembang. Sebagai contoh, saya pernah mendapati seorang anak yang memiliki kecenderungan disgrafia. Tahu kan ya? semacam disleksia namun yang terganggu tidak hanya huruf yang terbalik atau kata yang terbalik namun juga pengolahan kata yang terkadang cenderung acak dan belum terstruktur. Nah menurut sahabat apa yang diperlukan anak ini?? Ya.. anak ini memerlukan bantuan lebih dari anak-anak lain pada umumnya. Namun apa yang terjadi?, salah satu wali dari anak ini menekankan sekali untuk sisi kognitif sehingga seringkali anak dipaksa untuk mengikuti les. Perlu diketahui bahwa selain keistimewaan diatas, anak ini juga mengalami keterlambatan belajar.
Bagaimana tanggapan sahabat menanggapi kasus diatas?. Tentunya beberapa orang memiliki pendapat yang beragam. Namun yang pasti adalah anak tersebut memerlukan perhatian khusus. Jikapun di inklusikan memerlukan guru pendamping (shadow). Kurikulum yang diberikan kepada anak juga tentunya berbeda dengan anak biasa pada umumnya, namun mengikuti dari kebutuhan anak dan perkembangan usia mentalnya. Karena seringkali anak-anak istimewa memiliki perbedaan mencolok antara usia kronologis dan usia mental. Dengan usia kronologis 7 tahun misalnya anak memiliki usia mental 2,5 tahun sehingga kebiasaan yang dilakukan nampak aneh atau terkesan seperti anak-anak. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menyikapi atau membantu anak-anak seperti mereka? Beberapa hal yang perlu digarisbawahi adalah mereka istimewa sehingga kita perlu untuk memahami anak dan potensi besar yang mereka simpan.
Banyak dari anak ABK meskipun memiliki kekurangan namun di sisi lain mempunyai potensi yang jika mendapatkan pengarahan yang tepat akan melejitkan potensi mereka bahkan mampu melebihi dari mereka anak-anak normal pada umumnya. Pernah mendengar nama Albert Einstein? Isaac Newton? Tidak asing bukan? Ya.. mereka tokoh besar yang berangkat dari keistimewaan. Pada zamannya, di lingkungan mereka dianggap “abnormal” bahkan gila karena pendapat dan teori di luar kebiasaan umum. Newton hanya kejatuhan buah apel mampu menuliskan teori gravitasi sedangkan Einstein seorang bapak ilmu pengetahuan dengan teori terkenalnya E = MC2. .
Nah, maka dari itu bagi siapapun sahabat yang menjadi wali anak istimewa ataupun pembimbing mari bersama-sama untuk membantu mereka untuk paling tidak membuat hidup mereka berarti dan bermakna. Mampu melanjutkan hidup dan tentunya jika bukan kita yang membantu mereka terus siapa lagi??. Temukan potensi yang ada pada diri mereka dan selalu beriikan respon dan reward yang positif untuk kebaikan mereka. Demikian sedikit curahan hati hari ini semoga bermanfaat.
We Love Special Needs







Senin, 29 Juni 2015

Penanganan anak berkebutuhan khusus (tantrum)

Assalamualaikum sahabat,,
Terkadang seringkali kita menjumpai beberapa anak yang mungkin kita merasa bahwa anak tersebut biasa saja. Terlihat dari fisik yang normal dan pokoknya nampak biasa saja. Namun, bisa jadi kita merasa terkaget-kaget karena anak tersebut mempunyai perilaku yang berbeda dari kebiasaan umum. Misalnya berteriak dengan keras tiada henti, melompat-lompat lain dari kebiasaan umum, ataupun menggigit tanpa ada sebab.


Nah bagi kita yang sudah lama berinteraksi dengan anak spesial seperti mereka mungkin bisa memahami dan ada tindak lanjut. Lalu bagaimana jika kita belum mempunyai pengetahuan tentang mereka? dan seperti apa penanganan awal? Nah.. berikut pengalaman saya pada beberapa penanganan awal yang bisa anda lakukan,,
  1. Tenangkan diri kita, tidak perlu panik dan khawatir berlebihan, rileks aja. Kemudian dekati anak tersebut. catatan yang perlu diingat adalah bahwa anak berkebutuhan khusus bermain dengan hati. (bukan main hati kaya anak muda ya hehehe :D ) Dalam hal ini, anak ABK tidak bisa dibohongi. Jadi jika sahabat semua ingin membantu mereka sebaiknya tulus dan ikhlas, berikan empati dan beberapa sentuhan insya Allah efektif.
  2. Lakukan beberapa dialog dengan anak. Misal : ada apa?, kenapa? (nada pelan).. Biasanya mereka menginginkan sesuatu yang tidak terpenuhi makanya muncul tantrum.
  3. Jika anak ABK melakukan serangan fisik tak perlu khawatir, meskipun gerakan mereka cepat kita juga harus sigap. Misal ketika anak menarik rambut kita atau menggigit, segera sentuh titik diantara kedua ketiak untuk melemahkan otot mereka.
  4. Setelah anak dirasa lebih tenang bisa kita lancarkan serangan balasan. Eiiittsss... bukan dihajar yaa,, bolehlah anak kita peluk, kita berikan reward berupa pujian,,, Misal: ananda yang sholih, ananda yang pintar. Insya Allah lebih tenang.
  5. Langkah terakhir, silahkan berikan pengertian secara perlahan bahwa tindakan yang dilakukannya tidak benar, ada konsekwensi dan merugikan dirinya dan orang lain. Demikian semoga bermanfaat :)

We Love Special Needs

Minggu, 28 Juni 2015

PENERAPAN TERAPI BERMAIN BAGI PENYANDANG ADHD






PENYEBAB ADHD
Sampai saat ini belum jelas faktor apa yang dapat menyebabkan munculnya ADHD, meskipun banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang neurologi dan ilmu genetika sepertinya menunjukkan sedikit titik terang. Banyak peneliti mencurigai faktor genetik dan biologis sebagai penyebab ADHD, meskipun lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang juga membantu menentukan perilaku anak yang spesifik.
Studi terhadap gambar otak menunjukkan bagian mana dari otak anak-anak ADHD yang tidak berfungsi dan penyebab tidak berfungsinya bagian itu belum diketahui, namun diduga berkaitan dengan mutasi beberapa gen. Selain faktor genetik tersebut, terdapat beberapa faktor yang sering dikatakan memiliki kontribusi dalam munculnya ADHD, diantaranya: kelahiran prematur, konsumsi alkohol dan tembakau (rokok) saat ibu hamil, terpapar timah dalam kadar tinggi, dan kerusakan otak sebelum lahir. Beberapa pihak lagi mengklaim bahwa zat aditif pada makanan, gula, ragi, dan pola asuh yang kering dapat memunculkan ADHD, namun pendapat ini kurang didukung fakta dan data yang akurat (Barkley, 1998; NIMH, 1999).
BAGAIMANA MENDETEKSI ANAK MENGALAMI ADHD?
Terkadang kita melihat ada anak-anak yang terlihat sangat aktif dan tidak memperhatikan jika belajar di kelas. Namun, hal tersebut dapat saja merupakan sesuatu yang normal jika kita tilik dari usia mereka. Kita dapat mengarahkan pada diagnosa ADHD jika perilaku yang muncul tersebut sangat tidak sesuai dengan usia perkembangan mereka.
Terdapat beberapa kriteria dalam DSM-IV yang membantu kita melakukan deteksi terhadap anak-anak dengan gangguan ADHD. Seorang anak harus menampakkan beberapa karakteristik untuk dapat didignosa secara klinis mengalami ADHD.
Keparahan  perilaku tersebut harus lebih sering muncul pada anak
è tersebut jika dibandingkan dengan anak-anak lain dalam tahap perkembangan yang sama
 paling tidak beberapa gejala uncul sebelum usia 7 tahun
èWaktu muncul
Durasi
è perilaku harus sudah muncul paling tidak 6 bulan sebelum evaluasi
èDampak  gejala harus menimbulkan dampak negatif pada kehidupan akademik dan sosial anak.
Seting  gejala harus muncul pada beberapa seting dalam kehidupan anak.
è
Kriteria yang diberikan oleh DSM-IV untuk membantu kita menegakkan diagnosa ADHD dapat kita lihat berikut ini.
A. (1) atau (2)
(1) memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2) memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tersebut muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)
D. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).

TERAPI UNTUK PENYANDANG ADHD
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD, namun telah tersedia beberapa pilihan tritmen yang telah terbukti efektif untuk menangani anak-anak dengan gejala ADHD. Strategi penanganan tersebut melibatkan aspek farmasi, perilaku, dan metode multimodal.
Metode perubahan perilaku bertujuan untuk memodifikasi lingkungan fisik dan sosial anak untuk mendukung perubahan perilaku (AAP, 2001). Pihak yang dilibatkan biasanya adalah orang tua, guru, psikolog, terapis kesehatan mental, dan dokter. Tipe pendekatan perilakuan meliputi training perilaku untuk guru dan orang tua, program yang sistematik untuk anak (penguatan positif dan token economy), terapi perilaku klinis (training pemecahan masalah dan ketrampilan sosial), dan tritmen kognitif-perilakuan/CBT (monitoring diri, self-reinforcement, instruksi verbal untuk diri sendiri, dll) (AAP, 2001).
Metode farmasi meliputi penggunaan psikostimulan, antidepresan, obat untuk cemas, antipsikotik, dan stabilisator suasana hati (NIMH, 2000). Harus diperhatikan bahwa penggunaan obat-obatan ini harus dibawah pengawasan ketat dokter dan ahli farmasi yang terus-menerus melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan dan dampaknya terhadap subjek tertentu.
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik untuk menangani anak dengan ADHD adalah dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan. Penelitian yang dilakukan NIMH terhadap 579 anak ADHD menunjukkan bahwa kombinasi terapi obat dan perilaku lebih efektif dibandingkan jika digunakan sendiri-sendiri. Tritmen multimodal khususnya efektif untuk meningkatkan ketrampilan sosial pada anak-anak ADHD yang diikuti gejala kecemasan atau depresi. Ternyata dosis obat yang digunakan lebih rendah jika diikuti dengan terapi perilaku daripada jika diberikan tanpa terapi perilaku.
Salah satu terapi perilaku yang dapat diberikan bagi anak-anak ADHD adalah dalam bentuk permainan, yang kemudian sering disebut terapi bermain.

PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN TERAPI BERMAIN BAGI ANAK ADHD
Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya bagi penyandang ADHD memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik, disesuaikan dengan karakteristik penyandang ADHD sendiri. Pada anak penyandang ADHD, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu mengendalikan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas), melatih kemampuan mempertahankan perhatian pada objek tertentu, mengembangkan ketrampilan menunggu giliran, dan mengendalikan tingkat agresivitas. Tentu saja pemberian terapi perilaku ini akan kurang efektif tanpa dibarengi dengan tritmen yang berupa obat-obatan yang membantu untuk mengendalikan agresivitas, memberikan ketenangan kepada anak, dan mengurangi kecemasan.
Pada prinsipnya terapi bermain digunakan untuk menjadi media bagi anak untuk:
1. mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat
2. melatih anak melakukan tugas satu persatu
3. melatih anak menunggu giliran
4. mengalihkan sasaran agresivitas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi bermain bagi anak ADHD adalah:
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktu,r dan konsistensi. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu, aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permainan. Pemilihan ini harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
2. Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama. Mereka selalu sulit mengorganisasikan waktu sehingga kita harus membantu untuk memecah-mecah tugas menjadi komponen-komponen kecil yang sederhana. Misalnya: acara menggambar di bagi dalam kegiatan mengambil kertas, mengambil pensil, mengambil crayon, dst.
3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar. Permainan sosial ini harus dirancang terapis dan orang tua untuk membantu anak mengembangkan ketrampilan bersosialisasi.
4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit di dalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, yaitu terapi farmakologi. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
5. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis yang sudah terlatih dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal ini terlebih pada penyandang ADHD karena menangani anak ADHD memerlukan kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. Jika pada anak non ADHD target perubahan perilaku yang dibuat mungkin dapat dicapai dengan cepat dan lebih mudah, maka bagi penyandang ADHD untuk mengendalikan perilaku mereka saja mungkin sulit.
6. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain yang terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan proses transfer ketrampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang harus terus dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan di luar program terapi.
7. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku
8. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan. Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu mengembangkan ketrampilan motorik.
Demikianlah beberapa hal yang menurut saya penting diketahui tentang penerapan terapi bermain bagi anak ADHD. Sekali lagi, harus dicatat bahwa terapi bermain adalah salah satu alternatif saja diantara sekian banyak program terapi yang sudah dikembangkan bagi anak ADHD dan selalu dilakukan bersamaan dengan tritmrn yang lain. Masukan dan kritik bagi makalah ini sangat diharapkan demi proses belajar saya dan perbaikan ke depan. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
APA. 1994. DSM-IV, 4th Ed. Washington DC: The American Psychiatric Association
Barkley, R.A. 1998. Attention-deficit hyperactivity disorder. Scientific American, 279:3.
Barkley, R.A. 1997. Behavioral inhibition, sustained attention, & executive functions: constructing a unifying theory of ADHD. Psychological Bulletin, 121:1, 65-94
Budiman, M., 1997. Tata Laksana Terpadu pada Autisme. Simposium Tata Laksana Autisme oleh Yayasan Autisme Indonesia. Jakarta: tidak diterbitkan
Caldera, Y.M., et al., 1999. Children ‘s Play Preferences, Construction Play with Blocks, and Visual-Spatial Skills: Are They Related? International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 23. No. 4,855-872.
Coplan, R.J, et al., 2004. Do You “want “ to Play? Distinguishing Between Conflicted Shyness and Social Disinterest in Early Childhood. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 40. No. 2, 244-258.
Hartini, N., 2004. Pola Permainan Sosial: Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosi Anak, Anima, Vol. 19, No. 3, 271-285
Hoeksema, S.N., 2004. Abnormal Psychology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Companies. Inc.
International Association for Play Therapy (APT), Play Therapy. Diakses dari www. A4pt.org
Landreth, G.L., 2001, Innovations in Play Therapy: Issues, Process, and Special Populations, Philadelphia, Brounner-Routledge
Lyytinen, P., Dikkens, A. M., dan Laakso, M.L. 1997. Language and Symbolic Play in Toddlers. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 21. No. 2, 289-302.
McConnell, R.S., 2002. Interventions to Facilitate Social Interaction for Young Children with Autism: Review of Available Research and Recommendations for Educational Intervention and Future Research. Journal of Autism and Developmental Disorders. Vol. 32. No. 5, October 2002, 351-372
National Institute of Mental Health (NIMH), 1999. Questions and Answers. NIMH Multimodal Treatment Study of Children with ADHD. Bethesda, MD: NIMH
Openheim, D. 1997. The Attachment Doll-Play Interview for Preschoolers. International Journal of Behavior Developmental Psychology. Vol. 20. No. 4, 681-697.
Schaefer,C.E., Gitlin, K, & Sandgrund., 1991, Play Diagnosis & Assessment, Canada: John Wiley & Sons
Sugiarto, S, Prambahan, D.S., & Pratitis, N.T., 2004, Pengaruh Social Story terhadap Kemampuan Berinteraksi Sosial pada Anak Autis, Anima, Vol. 19, N0. 3, 250-270
Sukmaningrum, E., 2001, Terapi Bermain sebagai Salah Satu Alternatif Penanganan Pasca Trauma pada Anak, Jurnal Psikologi, Vol. 8, No. 2, 14-23
U.S. Department of Education. 2003. Identifying and Treating Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Resourse for School and Home. From: http://www.ed.gov/offices/OSERS/OSEP.

sumber : http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-penyandang-adhd-3/

homescooling "sinar tunas bangsa yogyakarta"



Sinar Tunas Bangsa
Special Child Therapy & Home School
Latar Belakang
Pada era globalisasi, banyak sekali orang tua bahkan anak-anak  yang merasa dimanjakan dengan fasilitas dan kehidupan yang serba instan. Idealnya, orang mampu berproses dengan kegiatannya sehingga dapat memperoleh banyak pengetahuan dan tentunya pengalaman. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa  segalanya tergantung dengan hal-hal serba instan. Sebagai contoh, anak hendak pergi ke sekolah. Karena orang tua sibuk atau bisa jadi belum sempat untuk meluangkan waktu, sehingga anak diantar dengan menggunakan mobil, terkadang malah sopir yang mengantar. Nah lo?.. Ada lagi, anak merengek minta mainan hingga merusak fasilitas rumah. Sehingga mau tiak mau orang tua membelikan dengan alasan kalau tidak dibelikan akan terjadi kerusakan lebih parah. Bisa jadi orang tua membelikan gadget / laptop kepada anak mereka dengan asumsi jika mereka asik bermain dengan gadget maka tidak akan mengganggu orang tua yang sedang sibuk. Nah,, tindakan serba instan juga bukan?.
Begitu juga dengan makanan yang serba instan, tentunya tidak bagus jika dikonsumsi secara berlebihan, apalagi untuk seorang anak yang sedang dalam periode emas ataupun seorang ibu yang sedang mengalami fase kehamilan. Tentunya tidak baik untuk perkembangan janinnya. Sudah banyak sekali kasus yang terjadi, seorang anak mengalami retardasi mental atau bahkan autisme hanya karena keracunan  dan stres seorang ibu ketika masa kehamilan. Secara otomatis bukan,, makanan yang serba instan biasanya mengandung salah satu dari zat pewarna, perasa, pengawet, pewangi, pelembut,,, ah.. emang deterjen. Silahkan bisa cek di bagian kemasan untuk komposisi makanannya. Mengerikan bukan?
Nah berangkat dari beberapa kasus diatas, Lembaga Sinar Tunas Bangsa, sebagai lembaga terapi dan home schooling merasa terpanggil untuk membantu orang tua dengan anak yang mengalami gangguan-gangguan yang mungkin di sebabkan oleh pengaruh keracunan makanan, genetik, lingkungan dan pengasuhan yang mungkin serba instan.  Lebih tepatnya lagi anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (Speech Delay), Autisme, Down Sindrome, Mental Retardation, Cerebal Palsy dan beberapa gangguan perilaku. Tentunya untuk membantu mereka untuk lebih maksimal juga membutukan waktu dan kesempatan serta kerjasama dari berbagai pihak, terutama orang tua. Tidak bisa juga serba instan. Namun, Lembaga Sinar Tunas Bangsa siap mendapatkan amanah untuk membantu anak-anak tersebut untuk bisa lebih mandiri menghadapi lingkungan sosial, menemukan potensi terbaik dan tentunya memaksimalkan keberfungsian fisik dan mental.




 Pendahuluan
Beberapa sekolah di Indonesia belum menerima siswa berkebutuhan khusus. Hal ini masih dianggap wajar saja karena beberapa sekolah memang belum menyediakan fasilitas bahkan tenaga ahli khusus untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Beberapa orang tua bahkan banyak sekali dari mereka merasa kebingungan untuk memperoleh solusi dari pendidikan anak mereka. Sehingga beberapa orang tua memilih untuk mencari informasi di luar sekolah tentang beberapa lembaga yang menangani Anak Berkebutuhan Khusus.
Paling tidak, jika anak-anak berkebutuhan khusus tidak diterima di sekolah formal mereka masih bisa menjadi anak yang mandiri dan mampu untuk mengembangkan potensi mereka. Hal ini di-amini oleh banyak pakar ABK dan Psikolog. Bahwasanya pendidikan untuk ABK tidaklah terfokus dengan kurikulum formal. Karena setiap masalah yang dihadapi anak mempunyai solusi yang berbeda-beda. Sehingga secara otomatis, kurikulum untuk anak ABK tidak di generalisasikan melainkan kurikulum yang sifatnya Client-centered atau berpusat pada kebutuhan anakn tersebut. Sehingga mau tidak mau, sebuah lembaga yang menangani anak berkebutuhan khusus mempunyai kurikulum spesial untuk setiap anak disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan anak.
Lembaga Sinar Tunas Bangsa di bawah arahan Irine Surti Yulianti, S.Pd.,ABA. Seorang profesional konsultan dan praktisi  anak berkebutuhan khusus siap membantu orang tua yang kesulitan untuk memperoleh pendidikan untuk anak istimewa mereka. Produk dari layanan kami adalah konseling, terapi dan home schooling. Diharapkan dengan konsep tersebut orang tua dapat berperan aktif dalam perkembangan anak mereka. Konsep pendidikan yang diberikan berfokus pada potensi dan minat anak berdasarkan asesmen yang diberikan oleh profesional dalam hal ini Psikolog. Pendidikan ABK bagi kami juga bersifat client-centered dimana proses pembelajaran mengikuti gaya belajar anak, bukan anak yang dipaksakan untuk belajar disiplin ilmu tertentu yang tidak nyaman untuk mereka pelajari.
Layanan
Lembaga Sinar Tunas bangsa memberikan layanan di bidang konseling, terapi dan home schooling dengan anak dan orang tua berpartisipasi aktif di dalamnya. Dengan adanya konseling, diharapkan orang tua lebih memahami kondisi anak dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk pengembangan peendidikan terbaik untuk anak. Dengan Terapi yang rutin diharapkan anak mempunyai perkembangan yang baik terkait konsep-konsep pengembangan diri, kemandirian dan akademik. Fasilitas home schooling juga bertujuan untuk memberikan kesempatan pada orang tua untuk berperan serta dalam perkembangan anak karena beberapa terapi disesuaikan dengan kondisi rumah masing-masing orang tua.
Beberapa anak berkebutuhan khusus yang belajar bersama kami diantaranya :
1.       Gifted (memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa)
2.       Speech Disorder/Speech Delay (gangguan bicara/ keterlambatan bicara)
3.       Slow Learner (Lambat Belajar)
4.       Learning Disability (gangguan belajar)
5.       Global Development Disorder
6.       Tuna Grahita (Retardasi mental)
7.       Tuna Laras (gangguan emosi dan perilaku)
Pendekatan belajar yang diberikan juga bersifat dinamis, berikut beberapa terapi yang dilakukan :
1.       Terapi Okupasi
2.       Terapi Sensori Integrasi
3.       Terapi Ortopedagogi
4.       Terapi Oral dalam
5.       Terapi Wicara
6.       Terapi ABA (Applied Behavioral Analysis)
7.       Terapi perkembangan
8.       Terapi Sosial